Ibu, Kenapa Aku Dibunuh?


#latepost sekadar berbagi

JIKALAH, janin itu bisa berbicara, mungkin dia akan berucap; ibu kenapa aku dibunuh? Ibu, aku ingin merasakan pelukmu. Setelah sembilan bulan berada dalam rahim ibu yang wajahnya saja belum dilihat sang bayi, entah salah dan dosa apa yang diperbuat olehnya, bayi itu dibuang begitu saja. Atau mungkin saja orangtuanya sengaja membunuh bayi mereka dengan cara dibuang.

Jikalah, bayi itu bisa berteriak, dia mungkin akan berbicara, ”ibu aku ingin merasakan pelukanmu, karena selama sembilan aku terkurung di dalam rahim ini”. Bayi tidak mampu berbuat apapun dan menyerahkan takdir, untuk dilahirkan, dibuang, digugurkan, atau dibunuh.

Ya, kasus janin dan bayi dibuang makin meruyak di negeri ini, dan juga di ranah Minang ini. Seorang teman pernah berkata ketika membaca headline POSMETRO edisi Jumat, 1 Maret lalu, ”Ibu Buang Bayi dalam Kantong Kresek”. Teman ini berkomentar, kenapa ada ibu yang tega membuang anaknya seperti itu. Padahal, banyak pasangan yang begitu mendamba memiliki anak.
Pernyataan teman itu, mungkin salah satu komentar dari sekian banyak orang yang mengutuk tindakan orang tua yang tak memiliki perasaan mencapakkan anaknya sendiri. Siapa yang salah? Ibu atau bapaknya?

Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat selama 2012, terjadi sebanyak 162 pembuangan bayi. Ironisnya, rata-rata bayi yang dibuang, dianggap sebagai aib bagi para pelaku. Para pelaku membuang bayi mereka di tempat-tempat tidak layak, misalnya di aliran sungai, tempat sampah, halaman rumah, semak-semak, selokan, terminal dan juga ada di rumah sakit.

Menyedihkan. Di Sumbar, berdasar catatan POSMETRO, dari Januari hingga Maret ini, ada dua kasus penemuan bayi yang dibuang di aliran sungai, dan dua balita dibuang ibunya di Panti Asuhan.
Kasus terbaru Kamis (28/2) lalu, di tepi banda bakali, Alai Parak Kopi, Kecamatan Padang Utara, ketika warga menemukan bayi dalam kantong kresek. Bayi dengan badan sempurna dan sehat, serta tali pusar melilit tubuhnya, ditemukan sudah tak bernyawa.

Sebelumnya, Senin (7/1), sesosok bayi, hanya berbalut celana panjang ditemukan warga di aliran Batang Kuranji. Sosok bayi yang diperkirakan berumur masih enam bulan dalam kandungan ibunya.
Mencengangkan, kenapa sampai ada kasus seperti itu terjadi Padang, dan mungkin juga daerah lain di Sumbar. Jika bayi mungil tiada berdosa ini bertanya atas dosa apa hingga kehadirannya dianggap nestapa. Atas dosa mana hingga kehadirannya di dunia dianggap cela?

Lalu, atas dosa apa, hingga kehadirannya tak membuat bahagia? Padahal mereka tak pernah meminta untuk dilahirkan. Jika boleh memilih, tentu mereka ingin tetap berada dalam kehidupan nyaman di dalam rahim suci sang bunda.

Banyak faktor penyebab mengapa mereka tega membuang anaknya sendiri. Bisa jadi pelaku yang frustasi, karena belum siap untuk menikah dan mempunyai anak. Anak dari hasil hubungan gelap, pergaulan bebas dari remaja, sehingga daripada menanggung malu, pilihannya membuang bahkan membunuh darah daging mereka sendiri. Padahal, bayi merupakan tanggung jawab yang diberikan Allah kepada kita yang wajib dijaga.

Namun apapun alasan dan penyebabnya, menurut saya hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Pengawasan dan penyelenggaraan perlindungan terhadap anak khususnya masalah pembuangan bayi semakin harus diperketat baik oleh pemerintah, seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak. Pelaku sebaiknya diberi hukuman untuk memberikan efek jera kepada para pelaku.

Menurut pendapat saya di samping peran pemerintah, peran aktif lembaga sosial masyarakat, agama dan keluarga lebih utama. Keluarga memegang peranan penting. Hubungan keluarga yang harmonis, saling mengasihi, didukung pendidikan moral dan agama, bisa menjadi fondasi kuat untuk membentengi diri dari perilaku yang bertentangan dengan agama, dan adat istiadat.

Yang paling utama menurut saya agar remaja, dan juga orang dewasa tidak membuang bayi mereka adalah agama. Individu-individu yang beriman dan bertaqwa sangat mengerti dan paham betul mengenai batasan-batasan dalam pergaulan. Islam telah menetapkan aturan pergaulan. Islam memerintahkan pria maupun wanita untuk menundukkan pandangan. Islam memerintahkan kepada kaum wanita mengenakan pakaian secara sempurna misal, dengan menutup aurat.

Islam pun melarang pria dan wanita untuk berdua-duaan, kecuali wanita itu disertai saudara atau kerabat keluarganya. Islam bahkan, melarang wanita keluar dari rumahnya kecuali atas izin suami. Demikian ketatnya aturan pergaulan dalam Islam, yang dapat menjaga interaksi pria dan wanita, sehingga tidak mengarah kepada hubungan lawan jenis yang bersifat seksual semata.

Harapan saya dan kita semua agar apa yang menjadi akar penyebab terjadinya kasus-kasus pembuangan bayi, tidak terjadi lagi, terutama di ranah Minang ini. Kasus pembuangan bayi dapat mengalami penurunan secara drastis, bahkan nol persen. Tidak akan ada lagi mencuat, bayi ditemukan di sungai, bayi aborsi dikubur, dan lainnya. (ren)

Tinggalkan komentar