Pasrah Berkabut Asap


IMG_20151004_130631PETAKA itu datang lagi. Teror kabut asap pun kembali menghantui masyarakat. Kabut asap kini menggantung di atas hutan-hutan Pulau Sumatera, Riau, Jambi. Dan untuk kesekian kalinya, asap pekat menyebar hingga ke provinsi terdekat, Sumbar. Imbasnya, semuanya mengeluh. Masalah kabut asap akibat pembakaran hutan ilegal ini sudah berulang kali terjadi.

Bahkan, ketika tahun 2014, kala itu Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dengan tegas meminta aparat Polri dan TNI AD menangkap pemilik modal atau cukong-cukong yang membiayai aktivitas perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, Riau.

Hal terpenting untuk mencegah kebakaran hutan, katanya adalah memutus aliran modal dari cukong yang tidak bertanggungjawab, sekaligus berhenti membeli produk dari kawasan hutan yang diperoleh  dengan cara tidak taat azaz. Pembakaran hutan dan lahan yang disebut sudah terjadi di Riau sejak 1997 silam hingga ini, kian tak menentu dan tak tahu kapan akan berakhir.

Bahkan pada 2013 lalu, kabut asap sampai hingga ke Malaysia dan Singapura. Negara kita pun disebut pengekspor kabut asap. Aparat penegak hukum seakan-akan tak berdaya saat berhadapan dengan kasus kejahatan lingkungan ini. Mungkin saja ketidakberdayaan aparat ini karena “ekspor” kabut asap, sering disebut akibat tangan-tangan tidak kelihatan.

Ya, tak kelihatan, siapa tangan yang dengan tega membakar paru-paru dunia ini. Hal itu pun menjadi dasar pertanyaan siapa yang bertanggungjawab sesungguhnya. Secara pasti, semua tahu jawabannya, sehingga kejadian serupa terjadi berulang kali. Sumbar yang yang ada kepentingan apa-apa juga sudah terkena imbas.

Warga Payakumbuh, Limapuluh Kota, Bukittinggi, Padangpanjang, Sijunjung dan Kota Padang merasakan betul dampak pembakaran hutan. Di Padang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bapedalda) menyebut, kualitas udara pada Kamis (3/9) sore, sudah berada di level kuning, atau membahayakan.

Semua mengeluh. Aktivitas atau kegiatan rutin lainnya seperti perkantoran, sekolah menjadi terganggu. Anak-anak sekolah juga sudah diminta memakai masker, karena dikhawatirkan bisa berdampak dengan gangguan kesehatan mereka. Meski sudah mengganggu, namun Pemprov Sumbar belum melakukan tindakan apa-apa, selain imbauan serta membagi-bagikan masker kepada warga.

Dari tahun ke tahun, Pemprov sepertinya tidak punya daya untuk menangkal agar asap sisa pembakaran lahan milik provinsi tetangga, tidak menyelimuti wilayah Sumbar. Karena Sumbar hanyalah menjadi korban kiriman asap dari provinsi tetangga.

Plt Kalaksa BPBD Sumbar Zulfiatno (POSMETRO, Sabtu, 5 September) menyebut, jika Pemprov Sumbar tak melayangkan surat somasi, keberatan kepada Riau dan Jambi. Karena kabut asap adalah bencana dan perlu penanganan bersama-sama. Bahkan, Sumbar bersedia membantu Riau untuk mengantisipasi kabut asap.

Semua harus bertanggungjawab pemerintah, aparat, pengusaha maupun masyarakat, sehingga bencana kabut asap akibat pembakaran hutan bisa dihabisi. Jaga lingkungan bersama-sama karena siapa lagi yang akan menjaga lingkungan kalau tidak ada kesadaran untuk melestarikan lingkungan.

Tindak tegas pengusaha yg melakukan pembakaran hutan. Kalau perlu tutup usaha mereka. Jangan sampai cukong-cukong yang mendapat miliaran rupiah hingga triliunan dari hutan Indonesia terus bersenang-senang. Mungkin saja, para cukong kini tengah asyik duduk santai sembari menghirup aroma kopi di negara tetangga. Sedangkan anak-anak dan warga hanya bisa menghirup udara dengan partikel-partikel yang merusak kesehatan. (**)

Tinggalkan komentar